Ilustrasi : Take Care Inong-inong Aceh (sumber gambar : google.com) |
Mengambil sedikit pendapat dari Nenda Rengganis dalam artikelnya berjudul Mempertanyakan Ketimuran Indonesia: Masih Timurkah Kita Sebagai Bangsa? di hipwee.com yang mendeskripsikan bahwa masyarakat dengan adat ketimuran adalah masyarakat yang memegang teguh nilai tinggi perasaan (senstabilitias), mengedepankan nilai kekeluargaan dan mengutamakan nilai tradisi. Sementara “Barat” digambarkan sebagai masyarakat yang memegang nilai-nilai rasional, materialistis, dinamis dan individualis.
Bisa
dilihat sudah sejauh mana dari prilaku sebagian masyarakat Indonesia yang
tercermin di televisi? Masihkan ketimur-timuran atau sudah mulai kebarat-baratan?
Mungkin kita sendiri juga sudah mulai tercermar oleh virus-virus negatif dari
media, mulai dari cara berpakaian, gaya berbicara, bahkan sampai prilaku sosial
masyarakat kita yang mulai “Individualis”. Nah, inilah pengaruh dari teknologi
media massa yang berkembang begitu pesat ditanah air. Perubahan cara pandang
dan hidup masyarakat mulai berubah sedikit demi sedikit.
Tapi,
pernahkah kita menyadari bahwa apa yang kita tonton setiap harinya mulai
mengikis pemahaman kita terhadap sesuatu? Mungkin ada yang menyadari, tetapi presentasinya
sangatlah sedikit. Kalau anda menyadari berarti anda adalah orang yang
beruntung. Sebagian lainnya mungkin sudah terbuai oleh kenikmatan dari tanyangan-tanyangan
televisi seperti sinetron, drama percintaan, bahkan saat ini dilayar kaca Indonesia
di hiasi dengan berbagai film, mulai dari serial drama India, Korea, dan Turki, yang
dikemas dengan sedemikian rupa.
Nilai-nilai
yang terkandung juga sangat sedikit sekali sisi edukasinya, karena tujuan yang
diutamakan adalah dari sisi hiburan semata. Bahkan pemberitaan di pertelevisian
yang menghiasi layar kaca tak jarang banyak yang menampilkan kasus-kasus kriminal/kekerasan
yang juga memberikan gambaran proses tejadinya atau cara-caranya.
Disadari
atau tidak disadari inilah yang mempengaruhi pola prilaku masyarakat kita. Bahkan
daerah yang diberikan otoritas khusus untuk pemberlakuan syariat Islam juga
telah mulai ikut terpengaruhi, walaupun presentasenya masih kecil, tapi
perlahan tapi pasti ini bisa menjadi permasalahan yang serius jika tidak di
tangani dengan tepat. Tidak bermaksud untuk mengkritik pemerintahan. tetapi
qanun syariat islam haruslah ditegakkan dan mengacu pada pemberlakuan hukum
yang sesuai Al-qur’an dan Hadis. Bukan yang bersifat klise dan seremonial
semata.
Di
Aceh, dahulunya tabu atau jarang jika kita mendengar kasus pelecehan seksual. Tapi
sekarang??? Rasanya geram, mengapa di Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku
syariat islam ini bisa terjadi hal-hal seperti itu. Bahkan dalam minggu ini ada
2 kasus yang terungkap, mulai tertangkapnya 4 pelaku pemerkosaan seorang siswi
smp yang berusia 15 tahun oleh aparat Direktorat Reserse Kriminal Umum
Kepolisian Daerah (Polda) Aceh (sumber : KanalAceh). dan Hari Jum’at kemarin (13/5/16) di Aceh Timur Seorang ABG berumur
17 Tahun di perkosa oleh Tukang Becak (sumber:
Aceh Journal Pasific).
Ini
membuktikan bahwa, telah melemahnya nilai-nilai agama, moral dan budaya ketimuran yang sudah mulai terjadi di Aceh. Maka ini
yang harus menjadi perhatian khusus bagi kita semua. Baik dari pemerintahan,
keluarga, masyarakat, dan khususnya Inong-inong Aceh sendiri untuk lebih
berhati-hati. Sehingga bisa melindungi diri sendiri dari berbagai ancaman yang
mungkin bisa terjadi secara tiba-tiba.
Ada
beberapa saran yang mungkin bisa bermanfaat untuk Inong-inong aceh saat ini (Inong dalam bahasa aceh jika diartikan
kedalam bahasa indonesia bermakna perempuan). Jika dahulu para Ratu dan pejuang
gagah perkasa memegang senjata melawan penjajah seperti : Cut Nyak Dhien, Ratu
Nahrasiyah, Sultanah Safatuddin Syah, Ratu Inayat Zakiatuddin Syah, Sultanah
Nurul Alam Naqiatuddin Syah, Ratu Kumalat Zainuddin Syah, Laksama Malahayati
atau “Keumalahayati”, Cut mutia, Pocut Baren, Pocut Meurah Intan dan para pejuang
wanita aceh lainnya yang tak bisa kita sebutkan satu-persatu mempunyai
kemampuan untuk membela diri sendiri bahkan membela Nanggroe Aceh Darussalam
dan Indonesia dari penjajah. (untuk mengenal lebih dekat tokoh Inong Aceh bisa baca di 10 Pahlawan Wanita Perkasa dari Aceh )
Maka,
ada hal yang harus bisa dicontoh oleh Inong-inong Aceh saat ini dari para
tokoh-tokoh pejuang aceh dahulu, yaitu kemampuan untuk membela diri. Walaupun saat
ini kita tidak sedang berperang melawan penjajah. Namun, kemampuan membela diri
harus dimiliki oleh Inong-Inong Aceh. Ini dimaksudkan agar bisa membela diri
saat ada yang menggangu atau mengintimidasi, sehingga angka pelecehan seksual
di aceh bisa menurun dan pelakunya pun bisa menjadi jera dan babak belur.
Mungkin Pencak Silat yang merupakan beladiri asli Indonesia atau beladiri
lainnya. Tidak perlu untuk menguasai sampai ahli, asalkan sudah bisa tehnik
untuk melumpuhkan lawan saat terdesak, ini sudah cukup sebagai dasar pegangan. Atau bisa juga dengan
membawa semprotan “Cabe” atau kejutan listrik yang selalu siap sedia di Tas
maupun saku untuk berjaga-jaga agar tidak menjadi korban pelecehan seksual.
Ilustrasi : Bahaya nya pengaruh dari Televisi (sumber :google.com) |
Selanjutnya
untuk meminimalisir dari pengaruh tayangan media yang saat ini saya rasa sudah
terlalu bebas dan bahkan penyensoran yang dilakukan oleh KPI (Komisi Penyiaran
Indonesia) pun terkadang hanya sebatas pada adengan-adengan tertentu tapi tidak
pada substansi pesan yang tersirat dalam sebuah film. Sehingga perlu adanya
sebuah regulasi yang mengatur semua itu, khususnya pada tayangan TV Swasta yang
terkadang tidak sesuai dengan kearifan lokal yang berlaku pada sebagian daerah,
khususnya Aceh. Sehingga di perlukan sebuah wacana untuk adanya “Komisi
Penyiaran Aceh” bukan Komisi Penyiaran Indonesia. yang diharapkan sesuai dengan
filosofi Islam sebagai agama yang rahmatan
lil a’lamin. Mungkin ini wacana ini akan terdengar sulit, bahkan mungkin banyak
pihak yang menentang karena akan merugikan berbagai pihak, khususnya pengelola
media. Mungkin juga, sebagian masyarakat bisa jadi mengeluh dan menentang
karena sudah terbiasa dengan model tayangan televisi saat ini. Nah ini yang
perlu kita takutkan, karena dapat merusak pemikiran generasi penerus bangsa.
Bunda Illiza, (Sumber: arrahmah.com) |
Menarik
apa yang disampaikan Ibu Illiza Sa’duddin Djamal yang menjabat sebagai Walikota
Banda Aceh atau yang akrab disapa dengan Bunda yang menyerukan untuk Matikan TV
dan hidupkan rumah dengan Al-Qur’an. (sumber: Arrahmah).
Jadi
buat Inong-inong di Aceh dan dimana pun kamu berada, Take care yaa dengan kondisi zaman saat ini. Semoga
artikel ini bermanfaat dan yang membacanya selalu berada dalam Lindungan-Nya,
Amiin
Comments
Post a Comment