Assalamu’alaikum,
apa kabarnya semua? Semoga selalu diberi kesehatan dan kemudahan rezeki ya,
Next dalam tulisan blog “Setiap Langkah Membawa Makna” kali ini akan
membahas tentang penggunaan istilah “Jam Aceh” walaupun sebenarnya
penulis juga kurang sepakat dengan adanya istilah tersebut, tapi langsung
aja ya kita simak tulisan dibawah ini, selamat membaca & semoga bermanfaat.
Mengapa terkadang
setiap membuat janji orang menanyakan ini pakai “Jam Aceh” atau bukan?
Ada apa dibalik istilah “Jam Aceh” tersebut? sebelum dijelaskan pasti udh bisa nebak kan? atau kalau belum gimana menurut agan-agan keren tidak ada istilah “Jam Aceh”?. Eittss,tapi jangan
berbangga dulu ya untuk yang satu ini, karena bentuknya bukan menyerupai
monument seperti Jam Gadang yang ada di Padang ya. Tetapi hanya istilah atau perumpamaan
untuk menyebutkan masalah ketepatan waktu yang memiliki konotasi arti negatif.
Kok
bisa ada ya? pasti sering kan denger istilah itu, apalagi kalau acaranya terlambat? atau mungkin karena kejadiannya di aceh ya, makanya disebut jam aceh,
atau mungkin beda tempat nanti bisa jadi beda lagi sebutannya (*hehehe). Tapi adanya istilah ini
bisa ada dikarenakan seringnya terjadi keterlambatan dimana-mana. Salah satunya
adalah dalam memulai sebuah acara. Adanya penundaan untuk memulai acara tepat
pada waktunya sesuai yang sudah dijadwalkan. Tentunya dengan berbagai alasan
yang turut melengkapi, seperti bapak itu belum datang, atau karena menungu yang
lainnya. Sehingga lama kelamaan menjadi sebuah kebiasaan yang wajar dan semakin
lama semakin sulit untuk merubah hal tersebut.
Kondisi
ini juga akan semakin sulit untuk dirubah karena telah menjadi kebiasaan, misalnya
untuk mengadakan/merencanakan sebuah kegiatan yang entah dalam konteks apa saja
ternyata kita juga sering memberikan celah atau kesempatan untuk membuat orang hadir
dengan terlambat dan akhirnya acara juga tidak kunjung dimulai tepat pada
waktunya. Salah satunya adalah dengan
menyisihkan waktu setengah jam hingga satu jam hanya untuk menunggu kehadiran
peserta sehingga acara bar bisa dimulai. Secara sederhana saja, misalnya sebuah
acara direncanakan akan dimulai tepat Pukul 09.00 Wib, maka biasanya pasti di undangan akan
tertera pukul 08.30 WIB. Sehingga, terkadang kita sebagai yang menerima undangan
juga sudah bisa memprediksi jam berapa acara tersebut akan dimulai. Ini adalah
salah satu bentuk dari mulai kurangnnya interest kita untuk datang tepat waktu sesuai yang ditetapkan, karena jika kita juga
datang setengah jam lebih awal atau sesuai dengan jam yang tertera di undangan
maka pasti kita akan dibuat menunggu juga.
Seringnya hal itu
terjadi, dan selalu terjadi berulang-ulang kali, mungkin akan membuat kita menjadi terbiasa
dan sengaja untuk datang terlambat atau tidak sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi kondisi ini akan berbeda situasinya jika pada kegiatan-kegiatan yang levelnya sudah tingkat nasional maupun
internasional atau kegiatan yang diadakan oleh pihak swasta/asing yang memang
menuntut kita untuk datang tepat waktu, karena biasanya mereka akan terus memulai
sesuai dengan jadwal, walaupun yang hadir baru sedikit, tetapi terkadang masih sering juga kita jumpai acara yang
dengan level tersebut masih bisa melorot waktunya lima sampai sepuluh menit dari
perencanaan awal.
Tapi
pernakah kita bertanya kenapa budaya kita terlalu fleksibel terhadap waktu? Budaya
daerah kita dan sebagian negara asia tergolong kedalam budaya konteks tinggi.
Selanjutnya jika ada budaya konteks tinggi pasti ada juga lawannya yaitu budaya
konteks rendah. Nah apa yang membedakan keduanya?
Perbedaan
diantara budaya konteks tinggi dan kontek rendah terdapat dalam bentuk pola
komunikasi dan kebiasaanya. Jika pada orang yang berbudaya konteks rendah
umumnya tidak terlalu suka berbelit-belit dan lebih suka berterus terang dalam
berkomunikasi, sehingga membuat mereka tidak suka dengan berbasa-basi dan dalam
konteks penggunaan waktu mereka lebih menghargai waktu, dan selalu berusaha untuk datang
sesuai dengan janji dan pastinya juga tidak suka menunggu. Mungkin lebih dari 5
menit saja kita buat mereka menunggu tanpa kepastian pasti akan ditinggal
nanti. hehehe. Contohnya negara yang berbudaya konteks rendah adalah negara-negara
dibelahan barat seperti Swiss dan Jerman. Sedangankan pada budaya konteks
tinggi yaitu kebalikannya, mereka dalam berkomunikasi lebih cenderung
menghormati dan memperhatikan lawan bicara sehingga bahasanya lebih sopan
santun. Karenanya orang dengan budaya konteks tinggi sering sekali suka berbasa-basi
dan bahkan tak jarang berbelit-belit dalam mengungkapkan sesuatu karena takut
melukai perasaan orang lain. Tetapi, perbedanya dalam konteks penggunaan waktu
adalah orang dengan budaya konteks tinggi lebih fleksibel dalam memaknai masalah
ketepatan waktu.
Nah,
inilah yang terkadang membuat kita juga memandang masalah waktu adalah hal yang
fleksibel, sehingga tak jarang penundaan, datang terlambat bisa kita temui dalam setiap acara, baik
yang sifatnya formal maupun non formal, dan hal itu telah kita anggap sebagai
hal yang lumrah atau biasa terjadi. Tetapi, walaupun secara garis besarnya
Indonesia termasuk kedalam budaya Konteks Tinggi, masih banyak juga
orang-orang yang sangat menghargai waktu, dan selalu berusaha untuk hadir tepat
waktu. Ini semua tergantung pada kebiasaan, lingkungan dan pendidikan yang
mempengaruhinya. Ada pepatah “ala bisa
karena biasa” oleh karena itu, kita sebagai generasi muda harus berupaya
untuk menghargai waktu dengan memenuhi undangan/janji sesuai dengan yang dijadwalkan. jangan biarkan kita membuat orang menunggu, coba deh dikondisikan kita sebagai pihak yang menunggu? gimana perasaan nya? enggak enak banget kan? *hehee
Ayo kita buat istilah “Jam Aceh” tidak akan terdengar lagi dimasa depan sebagai kototasi yang negatif. Kalaupun nantinya istilah "Jam Aceh" masih ada tetapi dalam artian yang positif, yaitu mencerminkan makna tepat waktu yang ideal dan bukan seperti saat ini. Yuk mari kita
budayakan tepat waktu, dimulai dari diri sendiri dengan berusaha untuk selalu
ontime disetiap situasi dan kondisi. Apalagi kita yang beragama Islam yang diajarkan untuk harus displin dengan waktu. Dan mari kita sama-sama mulai melatih kebiasaan tepat waktu dengan membiasakan shalat lima waktu tepat pada waktunya.
Selanjutnya, Allah
SWT berfirman didalam Surah Al-'Asr ayat 1-3 yang artinya “Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”. Maka
penting bagi kita untuk selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya karena
setiap detik yang diberikan kepada kita tidak akan pernah terulang lagi dan
nanti akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Jadi yuk kita berusaha menjadi pribadi yang lebih menghargai
waktu dan selalu berusaha menjadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak serta bisa menebarkan kebaikan dimana saja kita berada, agar kita tidak tergolong dalam orang-orang yang dalam kerugian. :)
------------------
Notes : Jangan lupa subscribe dan baca tulisan-tulisan yang lainnya ya, semoga bermanfaat :)
Comments
Post a Comment