Hallo, selamat pagi para pembaca
Setiap Langkah Membawa Makna. Saat ini, integritas menjadi tolak ukur atau
barometer yang harus dimiliki setiap insan manusia. Selarasnya antara ilmu yang
dimiliki, perkataan dan perbuatan mencerminkan kesatupaduan yang konsisten. Terutama
bagi seorang pejabat negara.
Tetapi, setelah melewati banyaknya assessment dan
perjuangan, mengapa selama ini banyak yang masih terjerat dilingkaran kasus
korupsi?
Siapa yang salah? Sebagai institusi
yang menjalahkan tugas penindakan dan pencegahan prilaku koruptif, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sering kali disalahkan sebagai tempat pelampiasan.
Sebagai ilustrasi : Para
tersangka yang kena OTT (Operasi Tangkap Tangan) menggunakan pembelaan diri dengan berdalih dijebak
dan sebagainya. Pada akhirnya di persidangan Ia terbukti kuat melakukan korupsi
maupun menerima gratifikasi.
Setelah terbukti, ia pun
mengajukan Justice Collabolator
(pelindungan saksi) untuk memperingan hukuman dan bersedia membantu KPK dalam
mengungkapkan semua aktor yang terlibat di kasus tersebut. Ibarat dua sisi yang
saling berlawanan antara pernyataan di awal dan akhir bukan?
Inilah panggung sandiwara
terbesar di belakang layar dalam dunia perpolitikkan dan pemerintahan. Tak ada
teman atau musuh yang abadi, semata-mata hanyalah untuk kepentingan.
Sedikit mengutip data yang
disampaikan oleh Almas Ghaliya Putri Sjafrina dalam Jurnal Anti Korupsi-Integritas.
Komisi Pemberantasan Korupsi (2018) menyebut 32 persen atau 179 tersangka korupsi
yang kasusnya mereka tangani merupakan aktor politik.
Aktor politik yang dimaksud KPK
hanya mencakup jabatan anggota DPR dan DPRD (144 orang) dan kepala daerah (89 orang).
Tidak termasuk di dalamnya aktor politik lain, seperti ketua umum atau kader partai politik yang tidak menduduki jabatan publik.
Dalam catatan Indonesia
Corruption Watch (ICW), sepanjang 2010
hingga Juni 2018, terdapat 503
anggota dewan dan 253 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh aparat penegak hukum dilihat
dari pelaku, modus, dan polanya, korupsi
yang dilakukan oleh aktor politik di atas tergolong sebagai korupsi politik.
Korupsi politik sebagai penyelewengan
kekuasaan yang dilakukan politisi (political
leader or elected officials) untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan
tujuan meningkatkan kekuasaan atau kekayaan.
Korupsi oleh pemegang kekuasaan
atau kewenangan politik ini tidak hanya terjadi dalam bentuk transaksi uang, tetapi juga
pengaruh (trading in influence).
Musababnya, dampak
politik uang dalam pemilihan bisa
menjadi cikal bakal
orang melakukan korupsi.hal inilah mengapa korupsi politik
lahir dari korupsi pemilu
dan politik yang berbiaya tinggi.
Dari sisi waktu, korupsi politik dapat
terjadi sebelum, saat, dan setelah pelaku menjabat sebagai pejabat publik. Oleh
karena itu, Pentingnya integritas yang berkualitas dari seorang pejabat negara
terpilih dan juga harus menanamkan nilai-nilai anti korupsi disetiap sendi kehidupan
sehari-hari.
Nilai-nilai anti korupsi tersebut
meliputi prilaku jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras,
sederhana, berani, dan adil. Semoga kita semua menjadi pribadi yang lebih baik
lagi dimanapun saat ini kita beraktitfitas. Salam Anti Korupsi.
Comments
Post a Comment