Skip to main content

Tugu Kilometer Nol Indonesia Pemersatu Bangsa dari Sabang-Marauke

Indonesia memiliki ribuan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Marauke. Sebagai pulau di ujung barat dan menjadi permulaan Indonesia, Sabang memiliki sebuah Tugu “Nol Kilometer Indonesia”.

Deklarasi Komunikasi Kebangsaan (dok. Humas Pemko Sabang)

Tugu Nol Kilometer diresmikan pada tanggal 9 September 1997 oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Try Sutrisno dan menjadi simbol perekat dari Sabang sampai Marauke.

Tugu yang terletak di Gampong Iboih, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang Aceh dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan dari kota dengan melewati jalan yang berkelok serta naik-turun gunung.

Seiring dengan berjalannya waktu, Tugu Nol Kilometer mengalami beberapa kali renovasi sehingga kini tampak megah dan indah serta terlihat jelas dari laut lepas samudera Hindia dan Selat Malaka.

Desain dari tugu memiliki beberapa arti filosofi, seperti empat pilar yang menjadi penyangga merupakan simbol batas-batas negara yaitu Sabang sampai Merauke dan Miangas sampai Pulau Rote.

Selanjutnya lingkaran besar pada Tugu Nol Kilometer merupakan analogi dari angka 0 dan motif senjata rencong menjadi simbol bahwa Aceh juga turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. 

Ornamen lainya yang berbentuk segi delapan menggambarkan landasan ajaran Islam, kebudayaan Aceh dan Nusantara dalam lingkup yang luas sesuai 8 penjuru mata angin.

Seluruh arsitektur dari tugu memiliki pesan-pesan kebangsaan yang menyatukan keberagaman Indonesia. Tak hanya tugu Nol Kilometer, Sabang memiliki keberagaman suku dan adat yang hidup harmonis.

Deklarasi Komunikasi Kebangsaan ISKI

Sabang sebagai kota dengan masyarakat yang hidup harmonis dengan beragam suku mencerminkan miniatur kebhinekaan Indonesia. 

Hal ini selaras dengan kegiatan yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang menggelar Deklarasi Komunikasi Kebangsaan dari titik 0 kilometer Indonesia di Kota Sabang, pada Kamis 14 November yang lalu.



Kegiatan yang mengangkat tema “Kebangsaan Tanpa Batas: Tantangan Komunikasi dan Media Membangun Solidaritas Sosial” dilatar belakangi oleh luasnya wilayah Indonesia serta beragamnya suku, budaya dan adat istiadat masyarakat Indonesia.

Kegiatan Deklarasi Komunikasi Kebangsaan ini sengaja diselenggarakan di Aceh mengingat daerah yang dikenal dengan Serambi Mekkah ini memiliki sejarah panjang sebagai masyarakat yang memiliki solidaritas tinggi.

Melalui deklarasi ini diharapkan memperkuat kembali persatuan dan solidaritas antar masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya, kesukuan dan adat istiadat yang dimulai dari titik 0 Indonesia di Pulau Sabang, Aceh.

Tugu Kilometer Nol Indonesia menjadi simbol komunikasi masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Komunikasi adalah cara untuk menjaga persatuan, saling toleransi, menjaga solidaritas kehidupan berbangsa.

Terutama di era komunikasi digital saat ini, komunikasi positif sangat diperlukan untuk membatasi peredaran berita bohong (hoax).  

Apabila seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke menjalin komunikasi efektif dan positif, tidak akan ada perpecahan dan perselisihan sesama anak bangsa.

Komunikasi juga bisa menciptakan persamaan persepsi dan satu pemahaman. Di sini peran para pakar dan praktisi komunikasi di era digital, yaitu membantu mencerdaskan bangsa dalam berkomunikasi yang baik, benar dan sehat.

Wakil Wali Kota Sabang Suradji Junus yang ikut memandui pembacaan deklarasi kebangsaan mengapresiasi terpilihnya Kota Sabang menjadi tuan rumah deklarasi Komunikasi Kebangsaan. Menurutnya, kota Sabang sebagai titik awal wilayah Indonesia menjadi patokan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Dari anak SD sampai dewasa, dari Sabang sampai Merauke, harus digerakkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Dari kilometer nol (tugu titik 0) inilah, menjadi simbol persatuan kita sebagai bangsa.

Deklarasi Komunikasi Kebangsaan dari KM 0 dihadiri ratusan orang dari anggota Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia dari ISKI Pusat maupun cabang-cabang diseluruh pelosok Indonesia

ISKI dari berbagai daerah tersebut terdiri dari akademisi, praktisi, dan peneliti di bidang komunikasi dan media, serta tokoh masyarakat maupun publik (social media influencer,) serta para praktisi media sosial.

Bersama salah satu peserta Deklarasi Komunikasi Kebangsaan Prof Dedy Mulyana- Guru Besar Komunikasi

Setelah selesai diadakannya Deklarasi Komunikasi Kebangsaan, Kini Tugu Kilometer Nol kembali mendapatkan sorotan dengan memperoleh penghargaan Anungrah Pesona Indonesia 2019 sebagai juara 1 Destinasi Unik Terpopuler yang diberikan pada 22 November 2019 di Gedung Sapta Pesona Parekraf RI

Tidak hanya itu, Sabang memiliki pesona keindahan alam yang lengkap, baik di darat dan wisata bawah lautnya. Tertarik? Ayo kunjungi Sabang sebagai destinasi liburan kamu selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Mengenal Lebih Dekat Kegiatan Keprotokolan #1

Ada yang tau gak, sebenarnya apa kegiatan dari keprotokolan? Apa hanya sebatas master of ceremony yang membaca rangkaian kegiatan atau orang-orang yang mengatur tamu undangan di sebuah acara? Untuk lebih jelas, pada kesempatan kali ini penulis akan berbagi sedikit pengalaman kehumasan di Kementerian Sekretariat Negara khusunya mengenai keprotokolan yang secara langsung pasti bersinggungan dengan kegiatan di ring 1 presiden. Kementerian Sekretariat Negara RI (sumber foto, setkab.go.id) Kegiatan protokol sebenarnya tidak terbatas hanya pada tata tertib acara, tamu undangan dan MC. Tetapi cakupannya lebih luas dan meliputi 3 aspek utama yaitu tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan. Agar lebih resmi, penulis mengutip pengertian keprotokolan dari Undang-undang No. 9 Tahun 2010 Tentang Keprotokolan pada Pasal 1 Ayat (1) yaitu “Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi yang meliputi Tata Tempat,

Mengenal Awal Mula Masuknya Agama Islam dan Kerajaan di Aceh

Masjid Raya Baiturrahman Aceh P ermulaan Agama Islam Masuk ke Aceh Di pesisir timur utara pulau sumatera disana berada daerah yang bernama Perlak. Penduduknya telah mempunyai kemajuan-kemajuan, terutama dalam bidang pertanian dan perniagaan. Mereka telah dapat menghasilkan, selain dari pada bahan keperluan sehari-hari seperti padi, tebu, kelapa dan lain-lain dari tanaman muda, mereka telah sanggup pula menghasilkan bahan-bahan perniagaan seperti lada hitam, lada putih, damar, kemenyan, sutera, gading gajah, sumbu badak dan berbagai macam dari penghasilan hutan. Saudagar-saudagar dari daerah lain di kepulauan Indonesia, Siam, Malaka dan lain-lain negeri sering mendatangi untuk membeli hasil-hasil negeri Perlak. Dalam tahun 173 H/800 M datanglah sebuah kapal dari negeri “Atas Angin” (Arab, Baghdad, Parsi, Mesir atau India) ke Pelabuhan mereka yang disebut Bandar Perlak. Anak buah kapal itu sendiri dari para saudagar Muslim, pemimpinnya/nahkodanya bergelar Khalifah. Keadaan penduduk per